Review Kelompok VIII (Pengertian Ijtihad dan Fatwa, Klasifikasi Ijtihad dan Mujtahid, Kedudukan Ijtihad dan Fatwa dalam Islam)


Oleh: Fiana Shohibatussholihah (16110067)
1.   Ijtihad menurut istilah adalah pengerahan segala kemampuan mujtahid untuk mendapatkan hukum syariah yang bersifat praktis dengan cara istinbath. Dengan begitu seorang mujtahid merasa tidak mampu lagi melakukan hal yang telah diusahakan.
2.      Syarat menjadi ijtihad syar’i ada 3, yaitu:
a.       Mengerahkan segenap kemampuannya sehingga mujtahid tidak mampu lagi berbuat lebih dari yang telah diusahakan.
b.      Usaha tersebut dimaksudkan untuk mencari dugaan kuat terhadap hukum syariah.
c.       Dugaan tersebut harus berasal dari nash yang syariah.
3. Hukum melakukan ijtihad adalah wajib (fardhu kifayah) bagi muslimin. Aspek yang melatarbelakangi kewajiban tersebut ada 2, yakni:
a.       Aspek ‘aqliyah, sebab nash-nash bersifat terbatas sedangkan perkembangan zaman terus berkembang. Sehingga membutuhkan pemikiran lebih untuk menetapkan suatu hukum dari suatu kejadian atau peristiwa baru.
b.      Aspek syar’iyyah, syar’iyah mewajibkan ijtihad. Karena seorang mujtahid harus senantiasa melakukan ijtihad untuk kemaslahatan ummat.
4.      Syarat untuk menjadi mujtahid yaitu mengerti dalil-dalil as-sam’iyah (Al-Qur’an dan As-Sunnah), mengerti maksud dan makna kata bahasa arab serta penggunaannya dengan benar dan fasih, mengetahui secara mendalam tentang masalah-masalah qiyas sehingga dapat dijadikan acuan untuk menggali hukum yang belum ditentukan sebelumnya, selain itu juga harus menguasai ilmu mantiq atau logika agar deduksi yang dihasilkan dinyatakan benar dalam pertimbangan hukum dan sanggup mempertahankan kedudukan dari hukum tersebut. Yang terakhir, harus memahami kaidah-kaidah istinbath ushul fiqh agar mampu memberikan argumen dari setiap masalah yang timbul.
5.      Klasifikasi mujtahid ada 5, yakni:
a.       Mujtahid Mustaqil, mujtahid yang mampu menggali hukum langsung dari sumber hukumnya.
b.      Mujtahid Muntasib, mujtahid yang mengistimbathklan hukum memilih mengikuti madzhab tertentu.
c.       Mujtahid Mazhab, mujtahid yangs etia mengikuti imam mazhab yang dianutnya.
d.      Mujtahid Murajjih, mujtahid yang tidak mengistimbathkan hukum-hukum furu’, tetapi memilih perbandingan dengan hasil mujtahid lain yang lebih kuat untuk dijadikan sandaran.
e.       Mujtahid Mustadil, ulama yang tidak melakukan ijtihad namun mengemukakan dalil-dalil berbagai pendapat kemudian menerangkannya.
6.      Ruang lingkup ijtihad pada nash yang dalilnya tidak qath’i dan hukum syariah yang semula tidak ada nash dalilnya.
7.      Hasil dari ijtihad dapat digunakan di seluruh daerah. Tidak terbatas oleh suatu daerah atau negara saja.
8.      Fatwa adalah jawaban dari suatu pertanyaan yang diajukan oleh pe-nanya perihal hukum dalam suatu peristiwa yang belum ada dasar hukum sebelumnya.
9.      Kegiatan memberikan fatwa disebut futya atau ifta. Peminta fatwa disebut mustafti. Sedangkan yang memberikan fatwa disebut mufti.
10.  Sifat-sifat ideal mufti yang diharapkan Imam Ahmad sebagai berikut.
a.       Memiliki niat yang kuat yang berlandaskan hanya untuk Allah.
b.      Berpengetahuan luas. Sebab bila tidak berpengetahuan, dikhawatirkan akan memberikan fatwa yang menyesatkan di tengah masyarakat.
c.       Dianjurkan untuk tenang dan sabar dalam memberikan fatwa.
d.      Pengetahuan yang dimiliki mufti harus jelas dasar hukumnya dari nash al-Quran maupun al-Hadits.
e.       Kondisi ekonomi mufti harus cukup. Sehingga tidak menimbulkan kesan sebagai mufti yang mengharapkan bantuan ekonomi dari orang lain atau yang pemberi fatwa.
f.        Harus peduli terhadap masyarakat. Dengan begitu akan mudah terjadi interaksi antara mufti dan masyarakat dalam memperjelas hukum suatu peristiwa yang baru.
11.  Terkadang fatwa dihasilkan dari ijtihad, kadang juga kesepakatan para ulama.
12.  Fatwa bersifat dinamis. Selalu terbarui sesuai perkembangan zaman.
13.  Fatwa hanya berlaku di daerah tertentu saja. Tidak dapat disamaratakan di seluruh daerah atau negara.
14.  Fatwa dianggap sangat penting dalam Islam sampai-sampai beberapa ulama melarang tinggal di daerah yang tidak ada mufti-nya untuk bertanya tentang persoalan agama yang belum difahaminya.
15.  Ketika mustafti tidak mentaati fatwa, maka ia telah melakukan maksiat terhadap tindakannya tersebut. 
16. Kejayaan fatwa terjadi pada saat kerajaan Ottoman.

Komentar